Rembuk Petani Soroti Pemborosan Rp 45 Triliun Subsidi Pertanian
TEMPO.CO, Jakarta - Hasil Rembuk Nasional Petani menyimpulkan aneka subsidi dan bantuan dari pemerintah kurang efektif meningkatkan produksi dan kesejahteraan petani.
“Bahkan terjadi pemborosan anggaran negara yang seharusnya menjadi hak petani,” ujar Said Abdullah, Sekretaris Jenderal Asosiasi Bank Benih dan Teknologi Tani Indonesia (AB2TI) seperti termuat dalam siaran pers yang diterima Tempo, Jumat, 29 September 2017.
Para peserta mengusulkan perubahan subsidi dan bantuan menjadi after-sold cash transfer. Kartu Tani dapat dimanfaatkan untuk pelaksanaan peralihan subsidi dan bantuan tersebut.
Setiap tahun APBN menganggarkan dana Rp 40-45 triliun untuk subsidi pupuk, benih, serta bantuan alat-alat dan mesin pertanian (alsintan) serta kartu tani. Subsidi itu telah berlangsung tiga tahun atau sejak era pemerintahan Joko Widodo dan Jusuf Kalla.
Rembuk Nasional Petani merupakan rangkaian acara Sarasehan Nasional Petani dan Peringatan Hari Tani Nasional 2017 di Karanganyar, Jawa Tengah, Kamis, 28 September 2017. Kegiatan yang berlangsung selama dua hari tersebut digelar untuk membahas sejumlah permasalahan yang ada di sektor pertanian.
Kegiatan yang diinisiasi AB2TI itu dihadiri Ketua Umum AB2TI Dwi Andreas Santosa, Guru Besar FISIP UI Yunita Witarto, Kepala Pusat Studi Agraria Satyawan Sunito, Ketua Umum Perhimpunan Peternak Sapi dan Kerbau Indonesia Teguh Boediyana, serta Direktur Pusat Kajian Pertanian Pangan dan Advokasi Yeka H. Fatika.
Rembuk Nasional Petani juga menyoroti program Upaya Khusus Padi Jagung Kedelai (UPSUS Pajale) dan percepatan serap gabah petani (Sergap) yang dilakukan Kementerian Pertanian. Ternyata berbagai program tersebut belum sesuai antara subsidi Rp 45 triliun yang telah dikeluarkan dan manfaat yang diperoleh petani.
“Penanaman padi terus-menerus tanpa jeda melalui program tersebut telah menyebabkan gangguan ekologis serius yang menyebabkan penurunan produksi 40-60 persen dan puso di banyak tempat akibat serangan hama, terutama wereng batang cokelat serta virus yang menyertainya,” kata Said Abdullah yang menjadi moderator Rembuk Nasional.
Banyak petani mengalami kerugian besar, terutama pada musim panen I dan II di tahun 2017. Karena itu, mereka mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo melakukan reformulasi dan audit anggaran terkait dengan program tersebut.
Mereka juga menegaskan program Sergab gabah sebaiknya diarahkan untuk memastikan gabah petani terbeli ketika harga jatuh di bawah harga pokok penjualan, bukan upaya untuk membeli gabah di bawah harga pasar yang terbentuk.
IMAM HAMDI
Tidak ada komentar