Header Ads

ad728
  • Breaking News

    Pascapanen, Sawah Diburu Penggembala Bebek

    DADE (42) warga Singaparna, Tasikmalaya tengah angon atau menggembala 250 ekor bebek di persawahan wilayah bebedahan, kecamatan Purwaharja Kota Banjar, Senin (24/3/2014).*
    BANJAR,(PRLM),.- Sesekali mulut Dade (42) seperti bersiul memanggil ratusan ekor bebek yang sedang diangon di persawahan bekas panen di Kelurahan/Kecamatan Purwaharja, Kota Banjar.
    Siulannya memang tidak begitu keras, akan tetapi seolah ratusan bebek meresponnya. Ratusan ekor bebek yang sebelumnya tersebar, tidak lama kemudian berjalan beriringan menuju petak persawahan lainnya.
    Tidak seperti penggembala atau tukang angon bebek lain yang membawa tongkat panjang dengan rumbai, yang biasanya plastik di ujungnya, Dade hanya mengandalkan tongkat yang tidak begitu panjang.
    Demikian pula, perlengkapan lainnya juga sederhana, hanya caping warna putih dipadu kaos warna putih pula. Sesekali tangan yang memegang tongkat diarahkan ke bebek yang kembali menyebar di beberapa petak sawah.
    Begitu sampai di petak sawah yang baru, bebek petelur peliharaannya seolah saling berlomba mendapat makanan yang ada di balik jerami yang betebaran di sawah.
    Insting bebek tersebut lebih banyak yang mendatangi tempat merontokkan gabah. Saat bebek mencari pakan sendiri, Dade hanya mengamati dari kejauhan.
    Bagi penggembala bebek, masa paska panen memberi kegembiraan sekaligus keuntungan tersendiri. Penggembala bebek atau di Provinsi Jawa Tengah disebut dengan sontoloyo, memang banyak mendatangi persawahan yang habis dipanen.
    Yah, setidaknya dari persawahan bekas dipanen itu, peternak bisa mengurangi biaya produksi untuk membeli ransum bebek. Asupan tambahan makananm yang biasanya diberikan pada pagi dan sore hari, tidak lagi diberikan. Bebek cukup mencari pakan sendiri.
    "Kami ikut sibuk saat paska panen. Paling tidak, kami harus lebih banyak survei persawahan yang habis panen. Setelah melihat kondisi memadai untuk angon, kami langsung pindah lokasi baru," ungkap Dede warga Singaparna Tasikmalaya yang sejak tujuh tahun ini menggeluti ternak bebek.
    Selama angon bebek, biasanya Dede bersama rombongan yang terdiri dari 4 - 5 orang sesama peternak bebek. begitu mendapat kawasan persawahan yang dituju, mereka kemudian memersiapkan kandang bebek.
    Kandang bebek angon sangat sederhana, hanya berupa gubuk pendek sekelilingnya diberi pagar bambu yang tidak tinggi, hanya sekitar setengah meter. Saat pagi hari, Dade bersama peternak bebek angon lainnya, memunguti telor yang betebaran di sekeliling kandang.
    "Kami biasa membuat kandang yang dekat dengan sumber air, bisa itu sungai kecil atau irigasi. kami juga bergantian jaga malam. Susahnya jika turun hujan. Tiap pagi, kami mengambil telur," ungkapnya.
    Dede yang saat itu kadang harus berlari mengumpulkan bebek yang tercecer, mengungkapkan dari 250 ekor bebek yang dipeliharanya, setiap hari panen sekitar 200 - 230 butir telur.
    Telur tersebut langsung dikumpulkan. Telur tersebut tidak dijual ke pasar, akan tetapi pembeli yang sudah menjadi langganan mendatangi mereka.
    Saat ini harga telur bebek hanya Rp 1.500 per butir. Telur bebek yang diangon, lanjut Dede, memiliki kelebihahan dibandingkan dengan bebek yang dikandang. Kelebihan itu pada bagian kuning telur yang warnanya lebih cerah, lebigh kuning.
    "Telur asin yang dibuat dari telur bebek angon, lebih masir, dan warna kuningnya lebih tajam. Beda dengan yang di kandang. jadi biasanya telur bebek yang diangon banyak diburu pembuat telur asin," jelasnya seraya menambahkan angon bebek dilakoni tidak hanya di wilayah Ciamis dan Kota Banjar akan tetapi juga sampai Cilacap.
    Selang beberapa petak persawahan paska panen tempat itu, Basir (52) warga Purwaharja juga tengah menggembala bebek pedaging yang baru berumur enam bulan. Bersama kerabatnya, ia angon 300 ekor bebek.
    Bebek pedaging yang terlihat sehat itu juga tampak saling berebut mencari pakan di balik jerami. Seperti halnya Dade, ia juga mencari kawasan persawahan yang baru dipanen.
    Dia mengaku untuk 300 ekor bebek, dia harus mengeluarkan biaya membeli ransum sebanyak 60 kilogram dedak atau bekatul.
    Ditambah 30 kilogram pelet atau fur bebek pedaging, yang dibelinya Rp 320.000 per karung isi 50 kilogram. Dengan menggembala bebek, ia tidak lagi perlu mengeluarkan biaya untuk pakan tam,bahan tersebut.
    "Senang juga sih kalau masa panen. Sudah beberapa minggu ini tidak lagi beli pakan. Cukup diangon pagi dan sore hari. Kalau tidak masa panen, tiap hari harus keluar uang untuk beli pakan," ungkap Basir.
    Dia mengaku bebek pedaging yang dipelihara sudah siap untuk dijual. Basir menghitung, penghasilan dari memelihara bebek lebis besar ketimbang kebun. Dia membeli 300 ekor bebek dengan harga Rp 7.000 per ekor. Bebek yang dipelihara selama tujuh bulan bakal dijual dengan harga Rp 30.000 per ekor.
    "Kalau dihitung memang ada untungnya pelihara bebek. Saya memelihara bebek setelah melihat banyak orang Tasikmalaya yang angon bebek di sini (Purwaharja). Ternyata hasilnya memang lumayan," jelas Basir yang berencana sebulan mendatang bakal menjual bebek pedagingnya.(A-101/A-89)***

    Tidak ada komentar

    Post Top Ad

    ad728

    Post Bottom Ad

    ad728